Senin, 04 April 2011

Strategi dan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang


Pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai oleh membaiknya factor-faktor produksi seperti kesempatan kerja, investasi, dan teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Sementara untuk wujud lebih lanjut dari perbaikan ekonomi suatu wilayan bisa diperlihatkan oleh membaiknya tingkat konsumsi masyarakat, investasi swasta, investasi public, ekspor dan impor.

Wilayah Indonesia terdiri dari 33 propinsi dengan 400an kabupaten/kota yang secara social ekonomi dan budaya sangat beragam. Keberagaman ini memberikan perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang disepakati sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan pada semua daerah-daerah yang memiliki karakteristik sangat berbeda.

Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya yang berlimpah tetapi tidak merata tersebut bagi pengembangan wilayah nasional secara berkelanjutan dan menjamin kesejahteraan umum secara luas (public interest), diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan khusus oleh Pemerintah untuk pengelolaan wilayah yang tertinggal.

           Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha dari masing-masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk diantara faktor-faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan. Penataan ruang tidak terbatas pada proses perencanaan tata ruang saja, namun lebih dari itu termasuk proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Tantangan pembangunan Indonesia ke depan sangat berat dan berbeda dengan yang sebelumnya. Paling tidak ada 4 (empat) tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu:

1.      Otonomi daerah
Pertama, Undang-undang No. 22 tahun 1999 secara tegas meletakkan otonomi daerah di daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti telah terjadi penguatan yang nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target pembangunannya sendiri. Di satu sisi, penguatan ini sangat penting karena secara langsung diupayakan diselesaikan melalui mekanisme yang ada di kabupaten.kota tersebut. Tetapi si sisi lain, otonomi ini justru menciptakan ego daerah yang lebih besar dan bahkan telah menciptkan konflik antar daerah yang bertetangga dan ancaman terhadap kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

2.      Pergeseran orientasi pembangunan sebagai Negara maritim
Wilayah kelautan dan pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.

3.      Ancaman dan sekaligus peluang globalisasi
Ancaman dan peluang dari globalisasi ekonomi terhadap Indonesia yang terutama diindikasikan dengan hilangnya batas-batas Negara dalam suatu proses ekonomi global. Proses ekonomi global cenderung melibatkan banyak Negara sesuai dengan keunggulan kompetitifnya seperti sumber daya manusia, sumber daya buatan/infrastuktur, penguasaan teknologi, inovasi proses produksi dan produk, kebijakan pemerintah, keamanan, ketersediaan modal, jaringan bisnis global, kemampuan dalam pemasaran dan distribusi global.
Ada empat manfaat yang dirasakan dari globalisasi ekonomi, yaitu:
·      Spesialisasi produk yang didasarkan pada keunggulan absolute atau komparatif
·      Potensi pasar yang besar bagi produk masal
·      Kerjasama pemasaran bagi hasil bumi dan tambang untuk memperkuat posisi tawar
·      Adanya pasar bersama untuk produk-produk ekspor yang sama ke pasar Asia Pasific yang memiliki 70% pasar dunia. Namun di sisi lain, globalisasi memberikan ancaman terhadap ekonomi nasional dan daerah berupa membanjirnya produk-produk asing yang menyerbu pasar-pasar domestic akibat tidak kompetitifnya harga produk local.

4. Kondisi objektif akibat krisis ekonomi
Krisis ekonomi (jatuhnya kinerja makro ekonomi menjadi -13% dan kurs rupiah yang terkontrakdi sebesai 5-6 kali lipat) telah menyebabkan tingginya angka penduduk miskin menjadi 24,2% dari total penduduk Indonesia pada tahun 1997/1998 yang membaik pada tahun 1999 menjadi 23,4%. Krisis ekonomi ini memacu krisis miltidimensi, seperti krisis social, dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 mengamanatkan agar pembangunan wilayah di Indonesia dapat dilaksanakan secara seimbang dan serasi antara dimensi pertumbuhan dan pemerataan kawasan. Ditekankan pula adanya keserasian dan keseimbangan antar pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan, demi terselenggaranya pembangunan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Strategi pengembangan wilayah nasional untuk pembangunan ekonomi yang lebih merata dan adil, antara lain:
·         Mengembangkan ekonomi daerah dan nasional melalui pengembangan sector-sektor unggulan pada 112 kawasan andalan yang merupakan “primer-mover” pengembangan wilayah nasipnal. Pengembangan kawasan dilakukan pada 57 kawasan andalan dan 23 kawasan andalan laut Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan 55 kawasan andalan dan 14 kawasan andalan laut di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Dengan pengembangan kawasan andalan, paling tidak diperkirakan akan terjadi pergeseran ekonomi nasional secara berarti untuk menjadi lebih merata dan adil, yaitu dari kontribusi ekonomi KTI terhadap nasional 19% tahun 1998 menjadi 35% tahun 2018 dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 7,78%, bandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,8%.
·         Mengembangkan kawasan perbatasan sebagai ”beranda depan” negara dan pintu gerbang internasional yang menganut keserasian prinsip-prinsip ekonomi (Prosperity) serta pertahanan dan keamanan (Security). RTRWN menetapkan 9 kawasan perbatasan negara dengan melibatkan 11 propinsi dan 10 negara tetangga. Diharapkan dengan dibukanya akses ke pasar internasional, dan potensi ekonomi daerah terutama potensi sumberdaya alam yang sangat besar seperti ilegal perikanan dan kehutanan yang hilang 15 setiap tahun akibat kegiatan ilegal, yaitu US$ 2 milyar per tahun (kelautan) dan US$ 600 juta per tahun dapat dimanfaatkan dengan pengembangan industri pengolahan perikanan dan kehutanan serta pusat perniagaan terpadu di Perbatasan yang didukung oleh keberadaan fasilitas Keimigrasian, Kepabeanan, Karantina, dan Keamanan.
·         Mengembangkan simpul-simpul ekonomi daerah dan nasional melalui pengembangan sistem kota-kota yang telah ditetapkan ada 36 kota Pusat Kegiatan Nasional (PKN), 63 kota Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan 249 kota Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di KTI serta 18 kota PKN, 80 kota PKW, 236 kota PKL di KBI, termasuk 19 kota perbatasan dan 47 kota pantai. Kota-kota ini mempunyai peran dan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi industri dan jasa nasional dan daerah, yang melayani pasar internasional dan pasar nasional yang diwujudkan dengan keterkaitan antar daerah. Diperkirakan ekonomi perkotaan nasional akan dapat dipertahankan pada 60-70% total ekonomi nasional pada tahun 2018, bandingkan dengan share tahun 1998 sebesar 61%.
·         Mengembangkan keterkaitan ekonomi antar daerah melalui pengembanagnsistem jaringan transportasi yang mencakup sistem jaringan jalan, rel, pelabuhan laut, dan bandar udara yang melayani pengembangan ekonomi kawasan andalan dan kota-kota, sehingga terwujud struktur ruang wilayah nasional yang utuh dan kuat dalam kerangka negara NKRI. Dukung sistem jaringan transportasi diarahkan untuk ”breakthrough” ketergantungan KTI ke pulau Jawa dan sekaligus membentuk keterkaitan antar daerah yang kuat terutama dengan kota dan outlet berupa pelabuhan laut dan bandar udara. Total ekspor impor KTI yang didukung oleh sistem transportasi ini diperkirakan pada tahun 2018 adalah sebesar 42% dibandingkan tahun 2001 hanya 25%.
·         Mengembangkan dukungan sumberdaya air yang mencakup pengelolaan Satuan wilayah Sungai (SWS) dan atau Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang kritis dan strategis (sejumlah 59 SWS) terutama untuk pelayanan terhadap simpul-simpul ekonomi dan kawasan andalan sebagai ”prime-mover” ekonomi nasional dan daerah.




SUMBER: www.penataanruang.net/taru/Makalah/Men_%20101203,Makalah.pdf
                   

1 comments:

Andisa Rahmi Maulina mengatakan...

thank you :)

Posting Komentar