Kamis, 26 Januari 2012

Relasi Antara Biaya Dengan Konsumsi dan Produksi

Salah satu cakupan teori dalam ekonomi mikro adalah cost atau biaya. Biaya ini memiliki berbagai macam bentuk dan relasi dengan dua kegiatan terpenting dalam perekonomian yaitu, produksi dan konsumsi. Karena tanpa kedua kegiatan ini maka kegiatan perekonomian akan terhenti.
Definisi dari biaya sendiri adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan telah terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi; 1993).

Biaya ini memiliki empat unsur pokok dalam definisinya, yaitu :

1.Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2.Diukur dalam satuan uang
3.Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4.Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Analisis Jurnal


Judul
Keunggulan Kompetitif Sektor Industri Manufaktur di Jawa Tengah Sebelum dan Selama Krisis

Nama Pengarang
Hastarini Dwi Atmanti

Tahun
2004

Tema
Keunggulan Kompetitif Sektor Industri Manufaktur



Latar Belakang Masalah

Fenomena
Industrialisasi mulai berkembang sejak tahun 1966 dan pada dasawarsa 1980- an Indonesia mulai muncul sebagai kekuatan industri yang penting diantara negara sedang berkembang. Sektor industri diharapkan mempunyai peranan penting sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, beberapa kebijakan deregulasi telah di luncurkan oleh pemerintah sejak tahun 1983 untuk menjawab tantangan semakin terbukanya perekonomian dan terbatasnya sumber devisa untuk membiayai pertumbuhan ekonomi tersebut Mengacu pada arah pembangunan nasional, pembangunan di Jawa Tengah di arahkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan menjadikan pembangunan sektor industri manufaktur sebagai prioritas pembangunan ekonomi dan tetap memperhatikan pembangunan di sektor yang lainnya. Industri manufaktur di Jawa Tengah, selain ditopang oleh industri besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga juga oleh industri pengilangan minyak di Cilacap dan Cepu. Secara umum, sumbangan industri manufaktur terhadap PDRB kurun waktu 1996-2000 mengalami tluktuasi. Pertumbuhan industri manufaktur berdasarkan harga konstan dalam periode 1996-2000 cenderung mengalami penurunan.

Riset terdahulu
Berdasarkan data BPS tahun 2000 penurunan sumbangan industri manufaktur terhadap PRDB mengalami penurunan sebesar 14,61% akibat minusnya pertumbuhan sector industry pada tahun 1998 yang dikarenakan krisis moneter.

Motivasi penelitian
Penelitian ini terutama ditujukan untuk menganalisis efisiensi industri manufaktur di Jawa Tengah.


Metodologi Penelitian

Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Jawa Tengah dalam Angka, Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Tengah, Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia, Statistik Indonesia, Indikator Industri Besar dan Sedang Indonesia, Pedoman Lapangan Pemutakhiran Direktori dan Pencacahan Survei Tahunan Perusahaan Industri Besar dan Sedang yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik Jawa Tengah maupun Nasional tahun 1995 - 2000. Adapun kelompok industri yang dipakai adalah Klasifikasi Lapangan Usaha Industri (KLUI) dua digit.

Model  penelitian
DEA (Data Envelopment Analysis) yang dikembangkan pertama kali oleh Farrel (1957) dalam Sengupta (1999), kemudian dipopulerkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) dalam Julnes (2000), serta Banker, Charnes dan Cooper (1984) dalam dalam Dinc dan Haynes (1999). Analisis DEA digunakan untuk mengukur efisiensi sektor industri manufaktur .
Analisis yang kedua adalah analisis  shift-share yang dikembangkan pertama kali oleh Daniel B. Creamer (1943) dalam Prasetyo Soepono (1993) dan dipakai sebagai alat analitik pada permulaan tahun 1960-an oleh Ashby (1964) dalam Prasetyo Soepono (1993). Dan analisis shift-share ini untuk mengetahui keunggulan kompetitif dari sub sektor industri manufaktur.



Hasil dan Analisis Penelitian

Tingkat efisiensi teknik dengan asumsi CRS menunjukkan nilai 100 %. Artinya bahwa rata-rata sub sektor industri manufaktur besar-sedang di Jawa Tengah sudah mampu memaksimalkan pemanfaatan inputnya. Hanya ada dua sub sektor industri manufaktur yang tidak efisien. Yaitu KLUI 33 dan KLUI 35. Tingkat efisiensi teknik pada sub sector industri manufaktur di Jawa Tengah yang telah mencapai nilai 100 % untuk tetap dipertahankan di masa yang akan datang. Karena dengan kinerja yang efisien akan menurunkan biaya operasional dan peningkatan kualitas kerja, sehingga akan mampu mendorong pembangunan di sektor yang lain di Jawa Tengah. Kebijakan-kebijakan untuk tetap mempertahankan tingkat efisiensi pada sub sektor manufaktur adalah dengan mengupayakan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia (tenaga kerja), modal maupun teknologi dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mempunyai prospek pasar yang besar baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga industri tersebut dapat dinikmati secara luas oleh masyarakat. Berdasarkan pada kriteria keunggulan kompetitif, maka klasifikasi industri di Jawa Tengah yang lebih unggul dibandingkan dengan tingkat nasional adalah KLUI 31, KLUI 32, KLUI 33, KLUI 35, KLUI 39. Klasifikasi-klasifikasi industri tersebut di Jawa Tengah lebih unggul daripada tingkat nasional karena rij > rin . Sedangkan berdasarkan pada kriteria tingkat spesialisasi, maka klasifikasi industri di Jawa Tengah yang lebih spesialis daripada tingkat nasional adalah KLUI 33, KLUI 34, KLUI 35, KLUI 37, KLUI 38 dan KLUI 39. Hal ini disebabkan karena E' ij > Eij . Sektor-sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di Jawa Tengah dari sisi tenaga kerja harus lebih di perhati kan pengembangannya, terutama yang menyangkut kualitas dan biaya ekonomi, melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan, baik formal maupun informal. Hal ini dimaksudkan agar pada sektor-sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi dapat dihasilkan produk yang berkualitas dengan biaya ekonomi yang rendah, sehingga mampu menjadi daya saing yang kuat di pasaran.


Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebetulnya rata-rata sub sector industry manufaktur di Jawa Tengah sudah mampu memanfaatkan inputnya dengan maksimal, ditandai dengan asumsi CRS yang telah menunjukkan nilai 100%. Namun memang tidak semuanya telah mencapai nilai 100%. Untuk subsector yang telah mencapai nilai 100% hal itu harus dipertahankan. Namun bagi subsector yang belum mencapai nilai tersebut maka efisiensi harus ditingkatkan, seperti  efisiensi biaya operasional, peningkatan kualitas kerja dengan melakukan pelatihan, pemanfaatan SDM, SDA, dan modal maupun teknologi dengan sebaik-baiknya yang dilakukan baik secara formal maupun non formal. Semua hal ini dimaksudkan agar sector-sektor yang nilainya masih dibawah 100% ini bisa memiliki daya saing yang lebih kuat lagi di pasaran di masa mendatang.