Sabtu, 18 Februari 2012

Berbagai Macam Elastisitas di Berbagai Aspek


ELASTISITAS HARGA BAHAN BAKAR DAN RELASINYA DENGAN KEPEMILIKAN KENDARAAN

Sebuah penelitian terdahulu tentang kenaikan harga bahan bakar dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat telah dilakukan di 32 negara yang diantaranya yaitu Canada, Asia, Australia, dan Amerika. Ditemukan bahwa jumlah penduduk di perkotaan dapat mempengaruhi permintaan relative untuk bahan bakar transportasi jalan, perkiraan elastisitasnya terhadap pola fasilitas umum sangat sensitive. Untuk bahan bakar konsumsi per kapita ter terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai  -0.35. Sementara kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar itu inelastic, yang artinya tidak terjadi pengaruh yang besar, ini dikarenakan banyaknya fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah dan jarak tempuh orang perkotaan yang reklatif singkat. Pemakaian transportasi umum ini malah menghemat biaya BBM yang harus dikeluarkan oleh individu, sehingga mereka bisa melakukan efisiensi.
Jadi, harga BBM itu bisa mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.
Untuk efek jangka panjangnya yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam  biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel.
Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.

Sumber Jurnal :
·         Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand
·         Long term fuel price elasticity:  Effects on mobility tool ownership and  residential location choice 



DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP KINERJA INDUSTRI HASIL HUTAN KAYU



Dalam kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu olahan hilir ke kiri dari Ss0 ke Ss1. Maka harga keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun dari qs0 ke qs1.
Dalam kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun dari qp0 ke qp1.
Jadi, model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil ini  juga menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.

Sumber Jurnal : Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of Wood Products Industry



DAMPAK IKLAN SEBAGAI ALAT PEMASARAN PADA HARGA DAN SENSITIFITAS HARGA DI PASAR BARANG

Sensitivitas harga konsumen, yang berarti kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan harga yang lebih baik, ternyata dapat banyak dipengaruhi oleh sebuah alat pemasaran yaitu iklan. Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif produk. Namun lain halnya bagi masyarakat menengah keatas yang mempunyai persepsi sendiri tentang harga, dimana mereka menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut.
Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Respon konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya jumalah produk terhadap potongan harga yg ada pada produk tersebut. Lalu dari informasi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.
Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen. Iklan juga mempengaruhi elastisitas konsumen dalam memberi barang, berikut kurvanya:




Berdasarkan grafik diatas angka menunjukan rating sebuah iklan. Rating iklan bisa muncul akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra yang kuat, jadi semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi, hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan semakin tinggi.
Titik kunci adalah bahwa iklan dapat mempengaruhi elastisitas harga permintaan untuk
merek dalam dua cara berbeda secara fundamental. Pertama, iklan dapat mempengaruhi parameter dari fungsi permintaan konsumen individu sedemikian rupa untuk membuat konsumen individu lebih atau kurang sensitive terhadap harga. Kedua, iklan dapat mempengaruhi komposisi dari himpunan konsumen yang membeli merek. Jika iklanmenarik Harga konsumen lebih sensitif ke set yang bersedia membayar untuk tertentu merek, ini akan meningkatkan elastisitas harga dari permintaan yang dihadapi merek.

Sumber Jurnal :
·         The Impact of Advertising on Consumer Sensitive Price in Experience Goods Market
·         Impact Advertising on Price



ELASTISITAS PERMINTAAN AIR DENGAN PENGGUNAAN TARIF

Di tahun 2011 ada permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.

Sumber Jurnal : Price and Income Elasticities of Residental Water Demand



DAMPAK GLOBALISASI DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP ELASTISITAS PERMINTAAN TENAGA KERJA DAN SEKTOR PARIWISATA

 Globalisasi tak selalu berdampak baik. Globalisasi juga dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas / liberalisasi perdagangan maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Sebenarnya ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menurun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.
Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Karena pemerintah jadi kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya, tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat. Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
Sementara itu liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. Liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja. Ada alasan untuk percaya bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan peningkatan (nilai absolut) yaitu elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap tingkat upah. Peningkatan didalilkan dalam elastisitas permintaan tenaga kerja yang timbul dari liberalisasi perdagangan memiliki implikasi penting bagi hasil pasar tenaga kerja, terutama di negara berkembang. Peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja akan menyebabkan guncangan pekerjaan dan upah yang lebih besar berasal dari guncangan dalam produktivitas atau permintaan output. Juga, ketidakstabilan yang lebih besar dalam pekerjaan dan upah akan menyebabkan penurunan daya tawar buruh serta modal dalam pembagian keuntungan .  Tetapi liberalisasi perdagangan dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yang setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.

Sumber Jurnal :
·         Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
·         Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian Manufacturing




DINAMIKA ELASTISITAS HARGA PADA SIKLUS HIDUP SUATU PRODUK

Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
Sumber Jurnal :
  • Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables



PENTINGNYA RELATIF HARGA DAN KUALITAS PILIHAN PENYEDIA LAYANAN KONSUMEN SEKTOR KESEHATAN

 Perawatan kesehatan terdiri dari dua sector, yaitu sector publik dan sector swasta. Ada dua kendala yang ditemui yaitu permintaan pasar untuk layanan dan penyediaan input. Jika penyedia melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sebaliknya, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Jadi dalam kasus penyediaan pelayanan kesehatan ini ada dua variable penentu elastisitas, yaitu harga dan kualitas. Ada hipotesa yang menyatakan bahwa proporsi relative sector swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materi pun rela dilakukan.
Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.


Indikasi dari kualitas ini terbagi menjadi dua, yaitu:
  • Indikasi kualitas : kualitas dokter dan obat.
  • Indikasi intrapersonal : kualitas pelayanan, teknologi, kenyamanan, dll.
Jika sector publik ingin dapat bersaing dengan sector swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sector swasta.

Sumber Jurnal :
·         The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider:  The Case of Egypt



ELASTISITAS HARGA TERHADAP PERMINTAAN SUMBERDAYA ENERGI

Riset yang dilakukan terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan, gas alam, dan listrik industri guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan, yaitu mengganti secara total, mencari substitusinya, dan  meminimalisir penggunaan listrik.
Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand. Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika harga listrik naik :
1.       Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2.       Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastis karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.

Sumber Jurnal :  Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy



ELASTISITAS PERMINTAAN ASURANSI JIWA

Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya

Sumber Jurnal :  Life Insurance Demand Determinants



ELASTISITAS PERMINTAAN ROKOK

Sebelumnya para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan.
Dengan adanya internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.  
 Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tdak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.

Sumber Jurnal :
  • PLAYING WITH FIRE :  CIGARETTES, TAXES AND COMPETITION FROM THE INTERNET



ELASTISITAS PERMINTAAN PADA MAKANAN

Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic. 

Sumber Jurnal :  
  • THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD


HARGA DAN ELASTISITAS PENDAPATAN PADA EKSPOR KELAPA SAWIT

Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor. Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan factor lahan di Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di tanami kelapa sawit lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Temuan ini penting untuk:
(1)  strategi pemasaran seperti diferensiasi produk (produk dengan nilai tambah) sehingga menciptakan layanan khusus untuk konsumen yang loyal dan meningkatkan standar kualitas
(2)   kebijakan pemerintah (kebijakan perdagangan dan peraturan domestic) harus diterapkan    oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung ekspansi minyak sawit di Indonesia

Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestic dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
1.       Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
2.       Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak

0 comments:

Posting Komentar