Jumat, 03 Februari 2012

SOEHARTO : “Kehidupan dan Warisan Peninggalan Presiden Indonesia Kedua”



Buku biografi yang menceritakan tentang kehidupan presiden kedua Republik Indonesia ini ditulis oleh Retnowati Abdulgani – KNAPP, anak dari Dr. H. Roeslan Abdulgani yang bersahabat dengan alm. Soeharto. Hubungan ini membuat Retno berkesempatan untuk menulis buku ini.
                Soeharto adalah seorang anak tunggal dari pasangan Kertosudiro (ayah) dan Sukirah (ibu). Soeharto lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada 8 Juni 1921 dan diberi nama “Soeharto” oleh bapaknya yang berarti lebih baik kekayaan. Dengan nama ini diharapkan Soeharto dapat menjadi orang yang kaya dan berkedudukan tinggi. Ayah Soeharto adalah seorang petugas irigasi desa dan waktunya banyak dihabiskan dengan berjudi dan merokok. Hobinya ini tentu butuh biaya besar, sampai-sampai Sukirah harus menjual perhiasannya dengan terpaksa. Lama kelamaan Sukirah frustasi karena tidak tahan dengan kelakuan suaminya, lalu ia minta cerai. Karena perkawinan kedua orangtuanya yang tidak langgeng ini, maka bayi Soeharto diserahkan kepada Mbah Kromodiryo (bidan sekaligus adik perempuan nenek Soeharto dari pihak ayah) saat berusia 40 hari untuk diurus oleh neneknya itu, sampai berumur sekitar 4 tahun. Setelah itu Soeharto diambil oleh ibunya lalu tinggal bersama ibunya yang telah menikah lagi dengan Atmopawiro  dan memiliki tujuh orang anak. Atmopawiro sangat menyayangi Soeharto meskipun Sopeharto hanya anak tirinya. Saat berumur delapan tahun, Soeharto dibawa oleh ayahnya untuk tinggal di rumah adik perempuan ayahnya. Ibu Prawirowihardjo, adalah nama dari adik perempuan ayahnya itu. Ibu Prawirowihardjo ini tinggal di Wuryantoro, tempat yang sudah lebih makmur dibandingkan Kemusuk. Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani, disinilah Soeharto memahami budaya pertanian dan belajar banyak dari kehidupan bertani beserta para petaninya. Pelajaran yang ia dapatkan bersama keluarga Prawirowihardjo ini turut membentuk prinsipnya dalam cara ia memimpin dan berkuasa di masa mendatang saat ia menjadi pemimpin dan seorang presiden.
                Karir militer Soeharto diawali saat ia bergabung dengan Angkatan Perang Belanda (KNIL) pada 1 Juni 1940. Pendidikan militer dirasa menarik oleh Soeharto dan ketidakpastian hidup masa kecilnya

membuat ia menghargai disiplin keras serta seluruh keteraturan di militer. Disinilah kualitas kepemimpinan Soeharto diasah. Soeharto lulus sebagai kadet terbaik diangkatannya, lalu dikirim ke Batalyon XIII di Malang, dan pada 2 Desember 1940 ia memperoleh pangkat kopral. Pada 10 November 1945 Soeharto memimpin batalyon X untuk menyerang kedudukan sekutu di Ambarawa dan Banyubiru. Saat itu pangkatnya sudah Komandan Resimen III. Empat tahun kemudian, yaitu pada Januari 1962 Soeharto dipromosikan menjadi mayor. Sekitar Jnuari 1946 Soeharto diangkat menjadi Letnan Kolonel TNI-AD. Pada 9 Januari 1962 Soeharto dipromosikan sebagai Mayor Jendral dan sekaligus diangkat sebagai Panglima  Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Karir Soeharto terus menanjak, sampai pada 27 Maret 1968 Soeharto disumpah menjadi Presiden penuh, Presiden Negara Republik Indonesia kedua. Presiden Indonesia yang kedua ini menjabat hampir selama tujuh periode dan berjaya di 6 periode sebelum akhirnya harus lengser pada 21 Mei 1998 dikarenakan gejolak-gejolak yang hadir di Negara dan krisis ekonomi yang bercampur bersama sejumlah aksi masyarakat yang menuntut penurunan Pak Harto. Setelah turunnya Soeharto maka kepemimpinan Indonesia beralih kepada presiden B. J. Habibie.
                Sementara itu untuk urusan kehidupan pribadinya, Soeharto memiliki seorang istri bernama Siti Hartinah yang dikenal dengan Ibu Tien. Awalnya sempat ada keraguan pada diri Soeharto untuk dapat meminang Hartinah, wanita yang dicintainya. Ini dikarenakan Hartinah berasal dari keluarga ningrat sementara Soeharto hanya orang biasa. Sampai ketika ayah angkatnya, Prawirowihardjo datang mengunjungi Soeharto dan bertanya tentang masa depan kehidupan pribadi Soeharto, Soeharto mengutarakan keinginannya untuk meminang Harninah kepada ayah angkatnya itu. Tetapi ia juga mengutarakan keraguannya untuk menyatakan perasaan tersebut karena perbedaan status sosial mereka. Mendengar hal tersebut maka ayah dan ibu angkat Soeharto ini pun langsung meyakinkan Soeharto bahwa mereka bisa membantu. Maka pada 26 Desember 1947 menikahlah Soehato dengan Siti Hartinah di Solo. Dari perkawinannya ini mereka dikaruniai 6 orang anak, yaitu Tutut, Sigit, Bambang, Titiek, Mamiek, dan Tommy – Soeharto. Saat masih berpenghasilan pas-pasan, Ibu Tien menanam sayur-sayuran di halaman belakang rumah mereka untuk menambah penghasilan. Sementara itu untuk mendukung karier suaminya ia mendirikan dan sekaligus menjadi ketua dari Ikatan Kesejahteraan Keluarga Hankam.
                Soeharto sendiri selalu mendukung keinginan amal yang besar dari Ibu Tien. Di kemudian hari Ibu Tien dikenal sebagai pemrakarsa Taman Mini Indonesia Indah ( TMII ) dan Yayasan Harapan Kita. Dengan setia Ibu Tien menemani hari-hari Soeharto. Jatuh bangun, susah senang, semua dilaluinya dengan setia disamping Soeharto. Hingga pada tahun 1996 Ibu Tien meninggal. Duka Soeharto terasa sampai ke seluruh penjuru negeri. Yang paling memilukan adalah karena tak lama setelah kepergian Ibu Tien, Soeharto tak lagi dapat mempertahankan kekuasaannya.
                Hari-hari Soeharto setelah meninggalkan jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia diisi dengan banyak sekali kiriman surat. Surat-surat itu kebanyakan berisi simpati dan penghargaan terhadap Soeharto. Surat-surat tersebut dikirim dari seluruh lapisan masyarakat hingga terkumpul

banyak sekali. Nah, saking banyaknya surat untuk Soeharto itu, maka Tutut, putri Soeharto, mengumpulkan semua surat-suratnya dan menerbitkannya dalam sueah buku.
                Kontroversi seputar dosa-dosa yang dilakukan Soeharto selama masa pemerintahannya memang bukan lagi rahasia. Masyarakat menuntut agar Soeharto diadili atas tanggung jawab tentang proyek-proyek pembangunan angan-angan B. J. Habibie yang dianggap beberapa diantaranya tidak diperlukan. Lalu ia dipersalahkan atas praktik tanpa pembedaan terhadap dompet pribadi dan dompet Negara, koneksi-koneksi yang dilakukannya dengan orang-orang penting, serta jutaan dolar yang diperoleh keluarganya dari uang-uang pelicin pinjaman luar negeri untuk membangun bisnis keluarganya. Ya, memang itu benar dan untuk itu sejak November 1998 Majelis Permusyawaratan Rakyat telah mengajukan penyelidikan harta kekayaan Soeharto. Beliau juga menjalani berbagai macam siding dan pemeriksaan. Tak sedikit dari prosesi itu yang dijalaninya dalam keadaan sakit. Kaerna seiring dengan pertambahan usianya, kondisi kesehatannya pun memburuk. Berbagai penyakit seperti stroke, jantung, usus buntu, dll menggerogoti tubuhnya. Bolak-balik operasi dan rawat inap telah dijalaninya. Kemampuan otaknya pun sudah menurun drastis, sehingga untuk beberapa urusan hukum Soeharto agak kesulitan melaluinya karena menurunnya kemampuan Soeharto  untuk mengerti maksud dari penyidik dan sudah hilangnya beberapa memorinya. Kondisi kesehatannya terus menurun, sampai pada 27 Januari 2008, sekitar pukul 13.00 WIB, Soeharto menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta.
                Dari semua yang telah dilakukan Soeharto semasa hidupnya, di masa kepemimpinannya memang banyak kesalahan-kesalahan yang beliau lakukan. Yang imbasnya bahkan masih harus kita tanggung hingga saat ini. Tetapi tidak dapat kita pungkiri juga bahwa Soeharto telah berjasa besar dalam membangun Indonesia ini sehingga bisa seperti sekarang.

0 comments:

Posting Komentar