Judul
Keunggulan Kompetitif
Sektor Industri Manufaktur di Jawa Tengah Sebelum dan Selama Krisis
Nama Pengarang
Hastarini
Dwi Atmanti
Tahun
2004
Tema
Keunggulan Kompetitif Sektor Industri
Manufaktur
Latar Belakang
Masalah
Fenomena
Industrialisasi mulai berkembang sejak tahun 1966 dan pada
dasawarsa 1980- an Indonesia mulai muncul sebagai kekuatan industri yang
penting diantara negara sedang berkembang. Sektor industri diharapkan mempunyai
peranan penting sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh
karena itu, beberapa kebijakan deregulasi telah di luncurkan oleh pemerintah sejak
tahun 1983 untuk menjawab tantangan semakin terbukanya perekonomian dan terbatasnya
sumber devisa untuk membiayai pertumbuhan ekonomi tersebut Mengacu pada arah
pembangunan nasional, pembangunan di Jawa Tengah di arahkan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan menjadikan pembangunan sektor industri
manufaktur sebagai prioritas pembangunan ekonomi dan tetap memperhatikan
pembangunan di sektor yang lainnya. Industri manufaktur di Jawa Tengah, selain
ditopang oleh industri besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga
juga oleh industri pengilangan minyak di Cilacap dan Cepu. Secara umum, sumbangan
industri manufaktur terhadap PDRB kurun waktu 1996-2000 mengalami tluktuasi.
Pertumbuhan industri manufaktur berdasarkan harga konstan dalam periode 1996-2000
cenderung mengalami penurunan.
Riset terdahulu
Berdasarkan data BPS tahun 2000 penurunan sumbangan industri
manufaktur terhadap PRDB mengalami penurunan sebesar 14,61% akibat minusnya
pertumbuhan sector industry pada tahun 1998 yang dikarenakan krisis moneter.
Motivasi penelitian
Penelitian ini terutama ditujukan untuk menganalisis
efisiensi industri manufaktur di Jawa Tengah.
Metodologi Penelitian
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang bersumber dari Jawa Tengah dalam Angka, Statistik Industri Besar
dan Sedang Jawa Tengah, Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia,
Statistik Indonesia, Indikator Industri Besar dan Sedang Indonesia, Pedoman
Lapangan Pemutakhiran Direktori dan Pencacahan Survei Tahunan Perusahaan
Industri Besar dan Sedang yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik Jawa
Tengah maupun Nasional tahun 1995 - 2000. Adapun kelompok industri yang dipakai
adalah Klasifikasi Lapangan Usaha Industri (KLUI) dua digit.
Model penelitian
DEA (Data Envelopment Analysis) yang dikembangkan pertama
kali oleh Farrel (1957) dalam Sengupta (1999), kemudian dipopulerkan oleh
Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) dalam Julnes (2000), serta Banker, Charnes
dan Cooper (1984) dalam dalam Dinc dan Haynes (1999). Analisis DEA digunakan untuk
mengukur efisiensi sektor industri manufaktur .
Analisis yang kedua adalah analisis shift-share yang dikembangkan pertama kali oleh
Daniel B. Creamer (1943) dalam Prasetyo Soepono (1993) dan dipakai sebagai alat
analitik pada permulaan tahun 1960-an oleh Ashby (1964) dalam Prasetyo Soepono (1993).
Dan analisis shift-share ini untuk mengetahui keunggulan kompetitif dari sub
sektor industri manufaktur.
Hasil dan Analisis Penelitian
Tingkat efisiensi teknik dengan asumsi CRS menunjukkan nilai
100 %. Artinya bahwa rata-rata sub sektor industri manufaktur besar-sedang di
Jawa Tengah sudah mampu memaksimalkan pemanfaatan inputnya. Hanya ada dua sub
sektor industri manufaktur yang tidak efisien. Yaitu KLUI 33 dan KLUI 35.
Tingkat efisiensi teknik pada sub sector industri manufaktur di Jawa Tengah
yang telah mencapai nilai 100 % untuk tetap dipertahankan di masa yang akan
datang. Karena dengan kinerja yang efisien akan menurunkan biaya operasional
dan peningkatan kualitas kerja, sehingga akan mampu mendorong pembangunan di
sektor yang lain di Jawa Tengah. Kebijakan-kebijakan untuk tetap mempertahankan
tingkat efisiensi pada sub sektor manufaktur adalah dengan mengupayakan
pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia (tenaga kerja), modal maupun
teknologi dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mempunyai prospek pasar yang
besar baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga industri tersebut dapat dinikmati
secara luas oleh masyarakat. Berdasarkan pada kriteria keunggulan kompetitif,
maka klasifikasi industri di Jawa Tengah yang lebih unggul dibandingkan dengan
tingkat nasional adalah KLUI 31, KLUI 32, KLUI 33, KLUI 35, KLUI 39.
Klasifikasi-klasifikasi industri tersebut di Jawa Tengah lebih unggul daripada
tingkat nasional karena rij > rin . Sedangkan berdasarkan pada kriteria
tingkat spesialisasi, maka klasifikasi industri di Jawa Tengah yang lebih spesialis
daripada tingkat nasional adalah KLUI 33, KLUI 34, KLUI 35, KLUI 37, KLUI 38
dan KLUI 39. Hal ini disebabkan karena E' ij > Eij . Sektor-sektor yang
tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di Jawa Tengah dari sisi
tenaga kerja harus lebih di perhati kan pengembangannya, terutama yang
menyangkut kualitas dan biaya ekonomi, melalui peningkatan pendidikan dan
pelatihan, baik formal maupun informal. Hal ini dimaksudkan agar pada
sektor-sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi dapat
dihasilkan produk yang berkualitas dengan biaya ekonomi yang rendah, sehingga
mampu menjadi daya saing yang kuat di pasaran.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebetulnya rata-rata sub sector industry manufaktur di Jawa Tengah sudah mampu
memanfaatkan inputnya dengan maksimal, ditandai dengan asumsi CRS yang telah
menunjukkan nilai 100%. Namun memang tidak semuanya telah mencapai nilai 100%. Untuk
subsector yang telah mencapai nilai 100% hal itu harus dipertahankan. Namun bagi
subsector yang belum mencapai nilai tersebut maka efisiensi harus ditingkatkan,
seperti efisiensi biaya operasional,
peningkatan kualitas kerja dengan melakukan pelatihan, pemanfaatan SDM, SDA,
dan modal maupun teknologi dengan sebaik-baiknya yang dilakukan baik secara
formal maupun non formal. Semua hal ini dimaksudkan agar sector-sektor yang
nilainya masih dibawah 100% ini bisa memiliki daya saing yang lebih kuat lagi
di pasaran di masa mendatang.
0 comments:
Posting Komentar