ELASTISITAS HARGA BAHAN BAKAR DAN RELASINYA DENGAN KEPEMILIKAN
KENDARAAN
Sebuah
penelitian terdahulu tentang kenaikan harga bahan bakar dan bagaimana dampaknya
terhadap masyarakat telah dilakukan di 32 negara yang diantaranya yaitu Canada,
Asia, Australia, dan Amerika. Ditemukan bahwa jumlah penduduk di perkotaan
dapat mempengaruhi permintaan relative untuk bahan bakar transportasi jalan,
perkiraan elastisitasnya terhadap pola fasilitas umum sangat sensitive. Untuk
bahan bakar konsumsi per kapita ter terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan
dalam rentang -0.33 sampai -0.35. Sementara kepadatan penduduk kota
terhadap permintaan bahan bakar itu inelastic, yang artinya tidak terjadi
pengaruh yang besar, ini dikarenakan banyaknya fasilitas transportasi yang disediakan
pemerintah dan jarak tempuh orang perkotaan yang reklatif singkat. Pemakaian
transportasi umum ini malah menghemat biaya BBM yang harus dikeluarkan oleh
individu, sehingga mereka bisa melakukan efisiensi.
Jadi, harga
BBM itu bisa mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi
dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil.
Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan
mobil.
Untuk efek
jangka panjangnya yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian
dalam biaya transportasi terutama dalam
harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil
dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil
hibrida/ diesel.
Untuk jangka
panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel
0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden
yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel.
Harga BBM naik
tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat
lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya
dengan diesel.
Sumber Jurnal :
·
Estimating the Effect
of Urban Density on Fuel Demand
·
Long
term fuel price elasticity: Effects on
mobility tool ownership and residential
location choice
DAMPAK KEBIJAKAN
PENGURANGAN SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP KINERJA INDUSTRI HASIL
HUTAN KAYU
Dalam kondisi
Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri
kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu olahan hilir ke kiri dari Ss0
ke Ss1. Maka harga keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan
keseimbangan penawaran dan permintaan turun dari qs0 ke qs1.
Dalam kondisi
penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu
menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun
dari qp0 ke qp1.
Jadi, model
industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang menjadi
perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan
hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil
ini juga menunjukkan bahwa model yang
dibangun dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang
diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja
industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara umum,
kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis,
hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM
tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari
pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.
Sumber
Jurnal : Impact of Oil
Price Subsidy Reduction Policy on Performance of Wood Products Industry
DAMPAK IKLAN SEBAGAI ALAT PEMASARAN PADA HARGA
DAN SENSITIFITAS HARGA DI PASAR BARANG
Sensitivitas
harga konsumen, yang berarti kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi
keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk
menemukan harga yang lebih baik, ternyata dapat banyak dipengaruhi oleh sebuah
alat pemasaran yaitu iklan. Pada umumnya sensitivitas
harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah kebawah,
konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif produk. Namun
lain halnya bagi masyarakat menengah keatas yang mempunyai persepsi sendiri
tentang harga, dimana mereka menilai harga yang mahal mengidentifikasikan
kualitas dari produk tersebut.
Pada
indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya
informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan
berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Respon konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa
keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya jumalah produk terhadap potongan
harga yg ada pada produk tersebut. Lalu dari informasi tersebut akan menjadi
bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi. Salah satu
strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat guna karena akan
mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap
sensitivitas harga konsumen.
Ketika tingkat kepercayaan
konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand
yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga
pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat
mengurangi sensitivitas harga konsumen. Iklan juga
mempengaruhi elastisitas konsumen dalam memberi barang, berikut kurvanya:
Berdasarkan
grafik diatas angka menunjukan rating sebuah iklan. Rating iklan bisa muncul
akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut
memiliki citra yang kuat, jadi semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan
semakin sangat tinggi, hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam
membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya
belinya akan semakin tinggi.
Titik kunci adalah bahwa iklan dapat mempengaruhi elastisitas harga
permintaan untuk
merek dalam dua cara berbeda secara fundamental. Pertama, iklan dapat mempengaruhi parameter dari fungsi permintaan konsumen individu sedemikian rupa untuk membuat konsumen individu lebih atau kurang sensitive terhadap harga. Kedua, iklan dapat mempengaruhi komposisi dari himpunan konsumen yang membeli merek. Jika iklanmenarik Harga konsumen lebih sensitif ke set yang bersedia membayar untuk tertentu merek, ini akan meningkatkan elastisitas harga dari permintaan yang dihadapi merek.
merek dalam dua cara berbeda secara fundamental. Pertama, iklan dapat mempengaruhi parameter dari fungsi permintaan konsumen individu sedemikian rupa untuk membuat konsumen individu lebih atau kurang sensitive terhadap harga. Kedua, iklan dapat mempengaruhi komposisi dari himpunan konsumen yang membeli merek. Jika iklanmenarik Harga konsumen lebih sensitif ke set yang bersedia membayar untuk tertentu merek, ini akan meningkatkan elastisitas harga dari permintaan yang dihadapi merek.
Sumber Jurnal :
·
The Impact of Advertising on Consumer Sensitive
Price in Experience Goods Market
·
Impact Advertising on Price
ELASTISITAS PERMINTAAN AIR DENGAN PENGGUNAAN
TARIF
Di tahun 2011 ada permasalahan mengenai
elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana mulai
diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata
ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas
penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai
elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang
tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air
yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian
untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan
antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah
kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan
metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik
dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari
kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan
elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang
ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.
Sumber Jurnal : Price and Income Elasticities of
Residental Water Demand
DAMPAK
GLOBALISASI DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP ELASTISITAS PERMINTAAN TENAGA
KERJA DAN SEKTOR PARIWISATA
Globalisasi tak selalu berdampak baik.
Globalisasi juga dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan
Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas / liberalisasi perdagangan
maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan
pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan
penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam
bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Sebenarnya ini merangsang produksi
dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan
meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan
menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Karena permintaan
dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menurun. Itu
dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh
karena itu neraca perdagangan memburuk.
Semakin
berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk
kekurangannya. Karena pemerintah jadi kurang mampu membiayai aggaran
pengeluarannya, tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan
konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang
buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Kenaikan permintaan
pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja
domestic meningkat. Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun,
permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka
dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya
inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga
saja dan menurunkan tarif pajak.
Sementara itu
liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga
kerja. Liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada
elastisitas permintaan tenaga kerja. Ada alasan untuk percaya
bahwa liberalisasi perdagangan akan
menyebabkan peningkatan (nilai absolut)
yaitu elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap tingkat
upah. Peningkatan didalilkan dalam elastisitas permintaan
tenaga kerja yang timbul dari liberalisasi perdagangan memiliki
implikasi penting bagi hasil pasar tenaga
kerja, terutama di negara berkembang. Peningkatan elastisitas permintaan
tenaga kerja akan menyebabkan guncangan pekerjaan
dan upah yang lebih besar berasal dari guncangan dalam
produktivitas atau
permintaan output. Juga, ketidakstabilan yang lebih besar
dalam pekerjaan dan upah akan menyebabkan penurunan daya
tawar buruh serta modal dalam pembagian keuntungan . Tetapi liberalisasi perdagangan dapat
menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja
karena barang produksi yang setengah jadi atau belum
dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk
digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari
tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir
efek peningkatan elastisitas substitusi antara input
dan elastisitas harga meningkatnya permintaan
untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.
Sumber Jurnal :
·
Economic
Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
·
Trade
Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian Manufacturing
DINAMIKA ELASTISITAS HARGA PADA SIKLUS HIDUP
SUATU PRODUK
Suatu produk
pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus
hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat
pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan
mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase
decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali
produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin
ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
Sumber Jurnal :
- Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables
PENTINGNYA RELATIF HARGA DAN KUALITAS PILIHAN
PENYEDIA LAYANAN KONSUMEN SEKTOR KESEHATAN
Perawatan kesehatan terdiri dari dua sector,
yaitu sector publik dan sector swasta. Ada dua
kendala yang ditemui yaitu permintaan pasar untuk layanan dan penyediaan input.
Jika penyedia melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas.
Sebaliknya, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga
yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Jadi dalam
kasus penyediaan pelayanan kesehatan ini ada dua variable penentu elastisitas,
yaitu harga dan kualitas. Ada hipotesa yang menyatakan bahwa proporsi relative
sector swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi
dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah
itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan
kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini
adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa
materi pun rela dilakukan.
Selain itu pada penelitian terdalulu juga
ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 ,
dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan,
maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan
kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada
seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih
responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan
income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.
Indikasi dari kualitas ini terbagi menjadi dua, yaitu:
- Indikasi kualitas : kualitas dokter dan obat.
- Indikasi intrapersonal : kualitas pelayanan, teknologi, kenyamanan, dll.
Jika sector
publik ingin dapat bersaing dengan sector swasta maka mereka harus bisa
manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk
pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin
yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas
tinggi yang meminta biaya tinggi pada sector swasta.
Sumber Jurnal :
·
The Relative
Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider: The Case of Egypt
ELASTISITAS HARGA TERHADAP PERMINTAAN SUMBERDAYA
ENERGI
Riset yang
dilakukan terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan, gas
alam, dan listrik industri guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi.
Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan,
yaitu mengganti secara total, mencari substitusinya, dan meminimalisir penggunaan listrik.
Kenaikan harga
tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand. Kalaupun ada kenaikan harga,
konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat
berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik,
seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik
dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan
income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru
sehingga meningkatkan penggunaan listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi
dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika
harga listrik naik :
1.
Dalam jangka pendek elastisitasnya
bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan
hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum
banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain
selain tetap menggunakannya.
2.
Dalam jangka panjang, elastisitasnya
bersifat elastis karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang
dapat menjadi subsitusi listrik.
Sumber Jurnal : Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy
ELASTISITAS PERMINTAAN ASURANSI JIWA
Saat terjadinya
krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan
mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar
hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah
mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan
sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan
adanya perbaikan ekonomi setelah adanya
krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki
pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin
tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan
terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau
perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya
Sumber Jurnal
: Life Insurance Demand Determinants
ELASTISITAS PERMINTAAN ROKOK
Sebelumnya para
peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak
dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika
Serikat. Di sisi lain, rokok adalah
salah satu penyebab utama masalah kesehatan.
Dengan adanya
internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online
sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat
elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di
naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan
jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya
Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari
perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tdak
sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet
juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat
konsumen menjaga kesehatannya.
Sumber Jurnal :
- PLAYING WITH FIRE : CIGARETTES, TAXES AND COMPETITION FROM THE INTERNET
ELASTISITAS PERMINTAAN PADA MAKANAN
Fenomena yang
terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan pada makanan tidak sehat lebih
tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang memberikan perkiraan
elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10%
untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah
dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat
lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam
menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan
subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan
menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka
diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring
dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan
makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan
bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya
hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan
pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan
penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan
sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga
rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan
sayur dikatakan inelastis.
Kesimpulan dari
penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada
kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan,
dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor
yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika
serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti
fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya
hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji
dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan
mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah
buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic.
Sumber Jurnal :
- THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD
HARGA DAN ELASTISITAS PENDAPATAN PADA EKSPOR KELAPA SAWIT
Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar
minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit
dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor. Sehingga, memperkirakan
elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor
minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan
dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit
lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan factor lahan di
Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di tanami kelapa sawit lebih
banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan
elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah
inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk
ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk
ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan
teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit
sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng,
margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit
Indonesia. Temuan ini penting untuk:
(1) strategi
pemasaran seperti diferensiasi produk (produk dengan nilai tambah) sehingga
menciptakan layanan khusus untuk konsumen yang loyal dan meningkatkan standar
kualitas
(2) kebijakan
pemerintah (kebijakan perdagangan dan peraturan domestic) harus diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung
ekspansi minyak sawit di Indonesia
Pajak ekspor
adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak
sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestic
dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif
pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan
standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang,
terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas
pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku,
terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak
sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan
menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
1. Efek
barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
2. Pilihan
produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
0 comments:
Posting Komentar